“Ori-san!”
Orihime memutar badannya, mencari sumber suara yang
memanggil namanya. Kemudian ia pun mendapati siapa yang telah memanggil namanya
dengan suara yang agak berat. Rupanya itu adalah Hikoboshi, sahabatnya.
“Ada apa?” Orihime bertanya namun dengan gestur dan
intonasi yang benar-benar identik dengannya: dingin.
Hikoboshi tersenyum, menampakkan cengirannya yang
khas, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin berangkat sekolah denganmu.”
Orihime hanya diam seperti biasanya, tidak berkutik
lagi. Hikoboshi tersenyum menatapnya, dan merekapun berjalan berdua menuju
sekolah, ditengah musim salju yang sangat dingin hingga terasa menusuk tulang.
***
Kojima Orihime adalah seorang gadis remaja berusia
15 tahun yang bersekolah di salah satu SMA ternama di Nagasaki. Ia merupakan
putri bungsu dari seorang presiden direktur perusahaan besar di kota itu, yakni
Kojima Shuichi. Bisa dibilang, Orihime termasuk gadis yang beruntung karena
hidup ditengah kelimpahan, dan semua yang ia inginkan pastilah bisa didapat
dengan sangat mudah.
Sebenarnya, di kelas 1 SMA ini adalah kali
pertamanya ia masuk ke sekolah formal. Sejak kecil ia hanya mengikuti les-les
privat dan cenderung lebih sering menghabiskan banyak waktunya didalam rumah.
Awalnya, orangtuanya berpikir bahwa Orihime hanya merasa malu dan canggung bila
harus bersosialisasi dengan masyarakat luar. Namun kenyataannya ternyata
sangatlah mengkhawatirkan. Rupanya, Orihime memiliki sifat anti-sosial yang
jelas sangat berbeda 180 derajat dengan seluruh anggota keluarganya yang
cenderung periang dan senang berbaur dengan orang lain.
Diharuskan untuk bersekolah di sekolah formal
rupanya benar-benar memukul hati Orihime. Pasalnya, ia memang benar-benar tidak
memiliki intensi sedikitpun untuk berbaur dengan orang luar. Jangankan berbaur,
bahkan ponselnya saja benar-benar menganggur dirumah. Ia hanya menggunakannya
apabila ingin mendengarkan lagu saja. Tidak ada satupun media sosial yang ia
unduh di ponselnya. Namun, paksaan dari kedua orangtuanya membuatnya terpaksa
menerima kenyataan bahwa ia memang harus masuk ke sekolah formal, untuk
menjadikan dirinya sebagai seorang yang ‘normal’.
Masuk ke sekolah formal rupanya benar-benar menyiksa
dirinya. Orihime tidak memiliki teman, bahkan ia cenderung dijauhi semua
temannya karena mereka menganggap Orihime sebagai sosok yang aneh, bahkan tidak
sedikit diantara mereka yang memiliki asumsi bahwa Orihime pastilah memiliki
hati yang culas dan otak yang jahat. Namun, seiring berjalannya waktu, Orihime
mendapati bahwa tidaklah masalah bila orang berpikir macam-macam tentang
dirinya. Justru ia merasa bahwa lebih menyenangkan untuk menghabiskan waktu
sendirian, daripada berbaur dengan orang-orang yang jelas-jelas tidak menyukai
pribadinya.
Ditengah kesendiriannya, hadirlah seorang lelaki
humoris yang dengan menjadi sahabatnya saha, Orihime merasa dunianya berbalik
180 derajat. Mori Hikoboshi, adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga
sederhana. Berbeda jauh dengan Orihime, Hikoboshi merupakan seorang lelaki yang
cenderung memiliki banyak keinginan namun karena faktor perekonomian
keluarganya yang pas-pasan, ia hanya menjadikan keinginannya sebagai angan
saja. Masuk ke sekolah elit yang sama dengan Orihime pun bukan karena
orangtuanya memiliki cukup biaya, melainkan ia mendapatkan beasiswa karena
mendapat total nilai tertinggi satu angkatan saat lulus SMP.
Mereka bertemu secara kebetulan. Saat Orihime sedang
berjalan sendiri menuju sekolah, ia melihat seorang lelaki bermantel kelabu
yang sedang kebingungan sambil menatap syal yang ia pegang. Merasa penasaran,
Orihime pun menghampiri orang tersebut.
“Kau mencari apa?”, tanyanya.
Hikoboshi tersenyum menatap Orihime, menampakkan barisan
gigi yang seputih keramik.
“Ah, aku tidak mencari apa-apa. Aku hanya bingung
dengan syalku. Syal ini rupanya sudah koyak. Mantelku sebenarnya cukup hangat,
namun aku yakin akan tetap kedinginan bila harus berjalan tanpa mengenakan syal
ditengah salju yang dingin.”
Orihime menatap syal yang dipegang lelaki itu. Ya,
benar demikian. Terdapat robekan yang lumayan besar pada syal itu. Orihime
berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk memberikan syal miliknya untuk
dikenakan oleh lelaki itu.
“Hey...kau gila?! Cuaca sedang dingin-dinginnya, kau
malah melepas syal mu? Jangan nekat, bisa-bisa kau mati kedinginan nanti!”
Hikoboshi menolak syal pemberian Orihime.
Orihime tersenyum tipis, “Tidak masalah bila aku tidak
memakai syal. Baju hangatku ini berkerah tinggi dan berbahan wol tebal,
didatangkan langsung dari Australia. Sangat hangat, bahkan tanpa syal pun aku
tetap merasa begitu hangat mengenakan baju ini.”
Hikoboshi menatapnya, kagum. “Wah, kau pasti anak orang
kaya, ya. Hmm, baiklah. Kupinjam sehari mungkin bukan masalah.”
Orihime memutar matanya,”Untuk apa kau pinjam
sehari? Syal itu kuberikan untukmu. Anggap saja hadiah.”
Mata Hikoboshi berbinar, merasa tidak percaya. “Sungguh?
Terimakasih banyak....err, maaf..namamu siapa?” Hikoboshi bertanya dengan
cengiran lebar di wajahnya.
“Kojima Orihime”, Orihime menjawab tanpa menatap
mata orang yang sedang bertanya padanya.
Mata Hikoboshi rasanya semakin melebar, hingga sebulat
Takoyaki. “Orihime?! Wah, nama kita berpasangan! Namaku Mori Hikoboshi.”
Orihime nampaknya tidak terlalu berminat untuk
mengetahui nama Hikoboshi. Namun, siapa sangka, pemuda ramah yang ia temui
secara kebetulan itu ternyata adalah kakak kelasnya sendiri, yang kemudian
beralih menjadi sahabat baiknya.