Rabu, 10 Mei 2017

STARS (Part 3).


Orihime meletakkan sumpitnya di sebelah kotak bekalnya. Ia menunduk, sambil tetap mengunyah makanannya. Namun, setelah selesai mengunyah, ia berkata dengan kepala tetap tertunduk.

“Kurasa bukan kewajibanmu untuk menerka-nerka perasaanku terhadap orang lain. Apalagi terkaanmu salah besar.”

Kazuo menaikkan alisnya, sembari tersenyum simpul. “Aku hanya bertanya saja”, ucapnya dengan santai, lalu meninggalkan Orihime dan kembali bermain bersama Kenichi dan Naoki.

Orihime memasukkan kotak bekalnya ke dalam tas. Ia meminum susu kotak yang ia bawa, lalu ia pun beranjak keluar.

“Kojima Orihime!”

Orihime menoleh ke belakangnya. Ya, suara yang terdengar hangat dan penuh semangat itu rupanya datang dari Hikoboshi, yang saat itu baru saja kembali dari perpustakaan.

“Ada apa?”, Orihime bertanya dengan tatapan dan nada suara yang dingin.

Hikoboshi menepuk pundaknya. Pundak Orihime, bukan pundaknya sendiri. “Kau dingin sekali bila merespon sapaan orang lain. Tersenyumlah sedikit, aku berani bertaruh kau pasti memiliki senyum yang sangat indah.”

Orihime menatap Hikoboshi. Senyum yang sangat indah? Benarkah ia memilikinya? Ia tidak yakin. Ia tetap menatap Hikoboshi dengan dingin, sembari memutar matanya. “Kalau tidak ada kepentingan apa-apa, lebih baik aku pergi sekarang.”

“Ehhh, jangan. Yaaa...memang agak kurang penting sih, tapi aku ingin merekomendasikan sebuah novel kepadamu. Ini.” Hikoboshi menyodorkan sebuah novel yang baru saja ia pinjam dari perpustakaan sekolah.

Orihime melirik ke arah novel yang disodorkan padanya.

Of Mice and Men, karya John Steinbeck. Orihime nyaris menggigit lidahnya sendiri sampai putus. Bukan apa-apa, namun ternyata Hikoboshi memiliki selera yang tinggi terhadap bacaan. Orihime tahu tentang novel berkelas tersebut. Bukan karena ia pecinta karya sastra, namun ayahnya yang senang mengoleksi novel-novel kelas dunia.

“Novel ini menarik sekali, mungkin saja kau akan menyukainya.” Hikoboshi berkata dengan mata berbinar.

Orihime menggeleng,”Maaf, hobiku bukan membaca novel. Terimakasih atas tawaranmu.” Ia pun berjalan meninggalkan Hikoboshi, yang terpaku di tempat sembari menatapnya melangkah menjauh.

Jumat, 05 Mei 2017

STARS (Part 2).


“Kriiinnngg!!!”
Bel tanda istirahat berbunyi. Orihime duduk sendiri di tempat duduknya, sembari membuka bekal makanan yang telah disiapkan oleh ibunya. Orihime tidak pernah ke kantin. Teman-temannya berpikir bahwa Orihime memiliki selera yang berbeda dengan teman-temannya yang cenderung senang ke kantin. Namun, alasan yang sebenarnya lumayan lucu: Orihime tidak begitu paham cara berkomunikasi ketika sedang membeli sesuatu. Itulah sebabnya ia lebih senang membawa bekal dari rumah daripada membelinya di kantin sekolah.
Noriben buatan ibunya sangatlah lezat. Namun, sangat disayangkan bahwa kelezatan tersebut tidak bisa memancing seorang Orihime untuk tersenyum, bahkan sedikit saja. Ia makan dengan membisu, sambil sesekali melihat ke arah luar jendela.
Tiba-tiba ia larut dalam lamunan. Lamunan tentang seseorang yang kala itu benar-benar menyita pikirannya.
Hikoboshi. Orihime merasa bingung, mengapa ia jauh berbeda dengan Hikoboshi? Mengapa Hikoboshi yang sederhana bisa dengan mudah menebar senyum kepada semua orang, sementara dirinya...? Yang lahir dan besar ditengah keluarga berada? Yang seluruh keinginan dan kebutuhannya dapat terpenuhi, bahkan berlebih?
Orihime diam-diam merasa iri dengan Hikoboshi. Ia mendapati bahwa kesenangannya selama ini tidak terletak pada harta benda yang ia miliki. Ia ingin menjadi seperti Hikoboshi. Ceria dan penuh semangat.
“Kojima-san!”
Orihime terkesiap. Rupanya Kazuo yang barusan memanggil dirinya.
Nakamura Kazuo adalah ketua kelas di kelas 1. Ia merupakan seorang pribadi yang sangat tegas, namun tak jarang juga ia bisa bersikap konyol. Apalagi bila sudah bergabung dengan teman-teman satu geng nya, yaitu Watanabe Naoki dan Ikeda Kenichi. Sumber kebisingan berasal dari mereka bertiga, sehingga tak heran jika guru-guru sering memisahkan mereka ketika pelajaran sedang berlangsung.
“Kazuo..ada apa?” tanya Orihime.
Kazuo tersenyum hangat, “Tidak apa. Kulihat kau melamun menatap keluar jendela. Apa ada yang menarik diluar sana sehingga menyita perhatianmu?” Kazuo bertanya sambil melihat ke arah luar jendela. Namun, ia mendapati bahwa tidak ada yang menarik untuk dilihat. Hanya lapangan yang kosong karena saat itu tidak ada jam olahraga. Itu saja.
Orihime menjawab sembari mengunyah noriben di mulutnya, “Tidak ada. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”
“Maksudmu memikirkan kak Mori?” Kazuo melempar pertanyaan yang seketika membuat Orihime terkejut, hingga tersedak makanan. Ia pun buru-buru meminum air mineral yang ia bawa. Setelah kondisi membaik, ia pun memandang Kazuo dengan mata melotot.
“Hey..jangan sembarangan bila berbicara. Mengapa kau tiba-tiba berpikiran seperti itu?!” nada suaranya agak meninggi.
Kazuo mengangkat bahu, “Aku hanya bertanya. Kalau boleh aku jujur, Kojima, kurasa terlalu dekat bila kau dan kak Mori hanya sebatas kakak dan adik kelas. Apa kalian punya ikatan khusus?”
Orihime tidak menjawab. Ia kembali makan dengan sunyi, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Rasanya tidak penting bila harus memberitahu Kazuo bahwa ia dan Hikoboshi adalah sepasang sahabat.
Namun, pikiran Kazuo rupanya melompat terlalu jauh.
“Kau jatuh cinta dengannya, ya?”

Kamis, 04 Mei 2017

STARS (Part 1).


“Ori-san!”
Orihime memutar badannya, mencari sumber suara yang memanggil namanya. Kemudian ia pun mendapati siapa yang telah memanggil namanya dengan suara yang agak berat. Rupanya itu adalah Hikoboshi, sahabatnya.
“Ada apa?” Orihime bertanya namun dengan gestur dan intonasi yang benar-benar identik dengannya: dingin.
Hikoboshi tersenyum, menampakkan cengirannya yang khas, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin berangkat sekolah denganmu.”
Orihime hanya diam seperti biasanya, tidak berkutik lagi. Hikoboshi tersenyum menatapnya, dan merekapun berjalan berdua menuju sekolah, ditengah musim salju yang sangat dingin hingga terasa menusuk tulang.
***
Kojima Orihime adalah seorang gadis remaja berusia 15 tahun yang bersekolah di salah satu SMA ternama di Nagasaki. Ia merupakan putri bungsu dari seorang presiden direktur perusahaan besar di kota itu, yakni Kojima Shuichi. Bisa dibilang, Orihime termasuk gadis yang beruntung karena hidup ditengah kelimpahan, dan semua yang ia inginkan pastilah bisa didapat dengan sangat mudah.
Sebenarnya, di kelas 1 SMA ini adalah kali pertamanya ia masuk ke sekolah formal. Sejak kecil ia hanya mengikuti les-les privat dan cenderung lebih sering menghabiskan banyak waktunya didalam rumah. Awalnya, orangtuanya berpikir bahwa Orihime hanya merasa malu dan canggung bila harus bersosialisasi dengan masyarakat luar. Namun kenyataannya ternyata sangatlah mengkhawatirkan. Rupanya, Orihime memiliki sifat anti-sosial yang jelas sangat berbeda 180 derajat dengan seluruh anggota keluarganya yang cenderung periang dan senang berbaur dengan orang lain.
Diharuskan untuk bersekolah di sekolah formal rupanya benar-benar memukul hati Orihime. Pasalnya, ia memang benar-benar tidak memiliki intensi sedikitpun untuk berbaur dengan orang luar. Jangankan berbaur, bahkan ponselnya saja benar-benar menganggur dirumah. Ia hanya menggunakannya apabila ingin mendengarkan lagu saja. Tidak ada satupun media sosial yang ia unduh di ponselnya. Namun, paksaan dari kedua orangtuanya membuatnya terpaksa menerima kenyataan bahwa ia memang harus masuk ke sekolah formal, untuk menjadikan dirinya sebagai seorang yang ‘normal’.
Masuk ke sekolah formal rupanya benar-benar menyiksa dirinya. Orihime tidak memiliki teman, bahkan ia cenderung dijauhi semua temannya karena mereka menganggap Orihime sebagai sosok yang aneh, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang memiliki asumsi bahwa Orihime pastilah memiliki hati yang culas dan otak yang jahat. Namun, seiring berjalannya waktu, Orihime mendapati bahwa tidaklah masalah bila orang berpikir macam-macam tentang dirinya. Justru ia merasa bahwa lebih menyenangkan untuk menghabiskan waktu sendirian, daripada berbaur dengan orang-orang yang jelas-jelas tidak menyukai pribadinya.
Ditengah kesendiriannya, hadirlah seorang lelaki humoris yang dengan menjadi sahabatnya saha, Orihime merasa dunianya berbalik 180 derajat. Mori Hikoboshi, adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga sederhana. Berbeda jauh dengan Orihime, Hikoboshi merupakan seorang lelaki yang cenderung memiliki banyak keinginan namun karena faktor perekonomian keluarganya yang pas-pasan, ia hanya menjadikan keinginannya sebagai angan saja. Masuk ke sekolah elit yang sama dengan Orihime pun bukan karena orangtuanya memiliki cukup biaya, melainkan ia mendapatkan beasiswa karena mendapat total nilai tertinggi satu angkatan saat lulus SMP.
Mereka bertemu secara kebetulan. Saat Orihime sedang berjalan sendiri menuju sekolah, ia melihat seorang lelaki bermantel kelabu yang sedang kebingungan sambil menatap syal yang ia pegang. Merasa penasaran, Orihime pun menghampiri orang tersebut.
“Kau mencari apa?”, tanyanya.
Hikoboshi tersenyum menatap Orihime, menampakkan barisan gigi yang seputih keramik.
“Ah, aku tidak mencari apa-apa. Aku hanya bingung dengan syalku. Syal ini rupanya sudah koyak. Mantelku sebenarnya cukup hangat, namun aku yakin akan tetap kedinginan bila harus berjalan tanpa mengenakan syal ditengah salju yang dingin.”
Orihime menatap syal yang dipegang lelaki itu. Ya, benar demikian. Terdapat robekan yang lumayan besar pada syal itu. Orihime berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk memberikan syal miliknya untuk dikenakan oleh lelaki itu.
“Hey...kau gila?! Cuaca sedang dingin-dinginnya, kau malah melepas syal mu? Jangan nekat, bisa-bisa kau mati kedinginan nanti!” Hikoboshi menolak syal pemberian Orihime.
Orihime tersenyum tipis, “Tidak masalah bila aku tidak memakai syal. Baju hangatku ini berkerah tinggi dan berbahan wol tebal, didatangkan langsung dari Australia. Sangat hangat, bahkan tanpa syal pun aku tetap merasa begitu hangat mengenakan baju ini.”
Hikoboshi menatapnya, kagum. “Wah, kau pasti anak orang kaya, ya. Hmm, baiklah. Kupinjam sehari mungkin bukan masalah.”
Orihime memutar matanya,”Untuk apa kau pinjam sehari? Syal itu kuberikan untukmu. Anggap saja hadiah.”
Mata Hikoboshi berbinar, merasa tidak percaya. “Sungguh? Terimakasih banyak....err, maaf..namamu siapa?” Hikoboshi bertanya dengan cengiran lebar di wajahnya.
“Kojima Orihime”, Orihime menjawab tanpa menatap mata orang yang sedang bertanya padanya.
Mata Hikoboshi rasanya semakin melebar, hingga sebulat Takoyaki. “Orihime?! Wah, nama kita berpasangan! Namaku Mori Hikoboshi.”
Orihime nampaknya tidak terlalu berminat untuk mengetahui nama Hikoboshi. Namun, siapa sangka, pemuda ramah yang ia temui secara kebetulan itu ternyata adalah kakak kelasnya sendiri, yang kemudian beralih menjadi sahabat baiknya.