Kamis, 04 Mei 2017

STARS (Part 1).


“Ori-san!”
Orihime memutar badannya, mencari sumber suara yang memanggil namanya. Kemudian ia pun mendapati siapa yang telah memanggil namanya dengan suara yang agak berat. Rupanya itu adalah Hikoboshi, sahabatnya.
“Ada apa?” Orihime bertanya namun dengan gestur dan intonasi yang benar-benar identik dengannya: dingin.
Hikoboshi tersenyum, menampakkan cengirannya yang khas, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin berangkat sekolah denganmu.”
Orihime hanya diam seperti biasanya, tidak berkutik lagi. Hikoboshi tersenyum menatapnya, dan merekapun berjalan berdua menuju sekolah, ditengah musim salju yang sangat dingin hingga terasa menusuk tulang.
***
Kojima Orihime adalah seorang gadis remaja berusia 15 tahun yang bersekolah di salah satu SMA ternama di Nagasaki. Ia merupakan putri bungsu dari seorang presiden direktur perusahaan besar di kota itu, yakni Kojima Shuichi. Bisa dibilang, Orihime termasuk gadis yang beruntung karena hidup ditengah kelimpahan, dan semua yang ia inginkan pastilah bisa didapat dengan sangat mudah.
Sebenarnya, di kelas 1 SMA ini adalah kali pertamanya ia masuk ke sekolah formal. Sejak kecil ia hanya mengikuti les-les privat dan cenderung lebih sering menghabiskan banyak waktunya didalam rumah. Awalnya, orangtuanya berpikir bahwa Orihime hanya merasa malu dan canggung bila harus bersosialisasi dengan masyarakat luar. Namun kenyataannya ternyata sangatlah mengkhawatirkan. Rupanya, Orihime memiliki sifat anti-sosial yang jelas sangat berbeda 180 derajat dengan seluruh anggota keluarganya yang cenderung periang dan senang berbaur dengan orang lain.
Diharuskan untuk bersekolah di sekolah formal rupanya benar-benar memukul hati Orihime. Pasalnya, ia memang benar-benar tidak memiliki intensi sedikitpun untuk berbaur dengan orang luar. Jangankan berbaur, bahkan ponselnya saja benar-benar menganggur dirumah. Ia hanya menggunakannya apabila ingin mendengarkan lagu saja. Tidak ada satupun media sosial yang ia unduh di ponselnya. Namun, paksaan dari kedua orangtuanya membuatnya terpaksa menerima kenyataan bahwa ia memang harus masuk ke sekolah formal, untuk menjadikan dirinya sebagai seorang yang ‘normal’.
Masuk ke sekolah formal rupanya benar-benar menyiksa dirinya. Orihime tidak memiliki teman, bahkan ia cenderung dijauhi semua temannya karena mereka menganggap Orihime sebagai sosok yang aneh, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang memiliki asumsi bahwa Orihime pastilah memiliki hati yang culas dan otak yang jahat. Namun, seiring berjalannya waktu, Orihime mendapati bahwa tidaklah masalah bila orang berpikir macam-macam tentang dirinya. Justru ia merasa bahwa lebih menyenangkan untuk menghabiskan waktu sendirian, daripada berbaur dengan orang-orang yang jelas-jelas tidak menyukai pribadinya.
Ditengah kesendiriannya, hadirlah seorang lelaki humoris yang dengan menjadi sahabatnya saha, Orihime merasa dunianya berbalik 180 derajat. Mori Hikoboshi, adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga sederhana. Berbeda jauh dengan Orihime, Hikoboshi merupakan seorang lelaki yang cenderung memiliki banyak keinginan namun karena faktor perekonomian keluarganya yang pas-pasan, ia hanya menjadikan keinginannya sebagai angan saja. Masuk ke sekolah elit yang sama dengan Orihime pun bukan karena orangtuanya memiliki cukup biaya, melainkan ia mendapatkan beasiswa karena mendapat total nilai tertinggi satu angkatan saat lulus SMP.
Mereka bertemu secara kebetulan. Saat Orihime sedang berjalan sendiri menuju sekolah, ia melihat seorang lelaki bermantel kelabu yang sedang kebingungan sambil menatap syal yang ia pegang. Merasa penasaran, Orihime pun menghampiri orang tersebut.
“Kau mencari apa?”, tanyanya.
Hikoboshi tersenyum menatap Orihime, menampakkan barisan gigi yang seputih keramik.
“Ah, aku tidak mencari apa-apa. Aku hanya bingung dengan syalku. Syal ini rupanya sudah koyak. Mantelku sebenarnya cukup hangat, namun aku yakin akan tetap kedinginan bila harus berjalan tanpa mengenakan syal ditengah salju yang dingin.”
Orihime menatap syal yang dipegang lelaki itu. Ya, benar demikian. Terdapat robekan yang lumayan besar pada syal itu. Orihime berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk memberikan syal miliknya untuk dikenakan oleh lelaki itu.
“Hey...kau gila?! Cuaca sedang dingin-dinginnya, kau malah melepas syal mu? Jangan nekat, bisa-bisa kau mati kedinginan nanti!” Hikoboshi menolak syal pemberian Orihime.
Orihime tersenyum tipis, “Tidak masalah bila aku tidak memakai syal. Baju hangatku ini berkerah tinggi dan berbahan wol tebal, didatangkan langsung dari Australia. Sangat hangat, bahkan tanpa syal pun aku tetap merasa begitu hangat mengenakan baju ini.”
Hikoboshi menatapnya, kagum. “Wah, kau pasti anak orang kaya, ya. Hmm, baiklah. Kupinjam sehari mungkin bukan masalah.”
Orihime memutar matanya,”Untuk apa kau pinjam sehari? Syal itu kuberikan untukmu. Anggap saja hadiah.”
Mata Hikoboshi berbinar, merasa tidak percaya. “Sungguh? Terimakasih banyak....err, maaf..namamu siapa?” Hikoboshi bertanya dengan cengiran lebar di wajahnya.
“Kojima Orihime”, Orihime menjawab tanpa menatap mata orang yang sedang bertanya padanya.
Mata Hikoboshi rasanya semakin melebar, hingga sebulat Takoyaki. “Orihime?! Wah, nama kita berpasangan! Namaku Mori Hikoboshi.”
Orihime nampaknya tidak terlalu berminat untuk mengetahui nama Hikoboshi. Namun, siapa sangka, pemuda ramah yang ia temui secara kebetulan itu ternyata adalah kakak kelasnya sendiri, yang kemudian beralih menjadi sahabat baiknya.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. kenapa harus menjadi sahabatya? kenapa ga di jadiin pacar aja wkwkwkkw

    BalasHapus